Jumat, 13 Januari 2017

Laporan Pendahuluan Thalasemia



LAPORAN PENDHULUAN
PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA THALASEMIA
RSUD Dr SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA







image00.png





Oleh :
Tresna Andriyani
4012170008








PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA PUTERA BANJAR
2016


I.         Konsep Teori
A.    Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2009)

B.     Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

C.     Klasifikasi
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a.       Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1)      Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2)      Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3)      Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4)      Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b.         Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1)      Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2)      Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a)      Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b)      Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya

Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
a.         Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a).
b.        Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b).
c.         Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan).
d.        Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d).

D.    Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu:
a.       Thalasemia Mayor
1.      Pucat
2.      Lemah
3.      Anoreksia
4.      Sesak napas
5.      Peka rangsang
6.      Tebalnya tulang kranial
7.      Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8.      Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9.      Disritmia
10.  Epistaksis
11.  Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12.  Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13.  Kadar besi serum tinggi
14.  Ikterik
15.  Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar
b.      Thalasemia Minor
1.      Pucat
2.      Hitung sel darah merah normal
3.      Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram / 100 ml di bawah kadar normal sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

























E.     Patofisiologi


 










































F.      Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

G.    Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)




II.      Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1)      Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2)      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3)      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4)      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5)      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6)      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7)      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8)      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
B.     Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2)      Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3)      Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4)      Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
5)      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
6)      Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

C.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Darah tepi
-          Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
-          Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi
2.      Sumsum tulang
-          Hiperpelasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil
-          Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
Pemeriksaan Khusus
-          Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
-          Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
-          Pemeriksaan pedigree : kedua pasien thalasemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)
Pemeriksaan lain :
-          Foro rontgen tulang kepala : gambaran hain on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
-          Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsung tulang sehingga trabekula tampak jelas

D.    Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DS :
-          Nyeri dada
-          Sesak nafas
DO :
-          AGD abnormal
-          Aritmia
-          Bronko spasme
-          Kapilare refil >3detik
-          Retraksi dada
-          Penggunaan otot tambahan
Hb defisit


 
Ketidak seimbangan polipeptida


 
Eritrosit tidak stabil


 
Hemolisis


 
Suplai O2 berkurang


 
Perubahan perfusi jaringan
Perubahan perfusi jaringan
2
DS :
-          Nyeri abdomen
-          Muntah
-          Resa penuh tiba – tiba setelah makan
DO :
-          Diare
-          Rambut rontok yang berlebih
-          Bising usus berlebih
-          Konjungtiva pucat
-          Denyut nadi lemah
Suplai O2 berkurang
 

Ketidak seimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan


 
Kelemahan


 
Anoreksia


 
Perubahan nutrisi



Nutrisi kurang dari kebutuhan
3
DS :
-          Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan
-          Adanya dispneu atau ketidak nyamanan saat beraktivitas
DO :
-          Tekanan darah atau nadi meningkat
-          Perubahan ECG : aritmia, iskemia
Eritrosit tidak stabil


 
Hemolisis


 
Suplai O2 berkurang
 

Ketidak seimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan


 
Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
4
DO : -
DS :
-       Suhu tubuh meningkat

Anemia
 

Asupan nutrisi menurun
 

Antibodi menurun
 

Sistemkekebalan tubuh menurun
 

Resiko tinggi infeksi
Resiko tinggi infeksi
5
DO : -
DS :
-       Kulit tampak pucat
-       Tampak bintik hitam di seluruh permukaan kulit
Anemia
 

Suplai O2 ke jaringan kurang


 
Peningkatan curah jantung


 
Kontraktilitas otot jantung menurun


 
Daran reflak


 
Hepatosplenomegali


 
Limpa
 

Produksi bilirubin meningkat


 
Ikterus ringan


 
Kerusakan Integritas kulit
Kerusakan integritas kulit
6
DS :
-          Klien melaporkan nyeri
DO :
-            Tingkah laku klien berhati – hati
-            Posisi menahan nyeri
Sel darah merah mudah rusak
 

Eritrosit menurun
 

Anemia


 
Asupan kalsium menurun


 


Penipisan korteks tulang panjang


 
Resiko fraktur patologis


 
Nyeri akut
Nyeri akut

E.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantar O2 / zat nutrisi ke sel
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai O2
4.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan transfusi darah
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi dermal
6.      Nyeri akut berhubungan dengan agen fisikal; pembesaran organ/nodus limfe




F.      Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantar O2 / zat nutrisi ke sel
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan denga kriteria hasil :
-            Menunjukan perfusi jaringan adekuat
-            Tidak ada tanda – tanda syok
-            TTV dalam batas normal
1.      Monitor TTV




2.      Tinggikan posisi kepala di tempat tidur sesuai toleransi
3.      Awasi upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas adventisius

4.      Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

5.      Catat keluhan rasa dingin pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi
6.      Ajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan
7.      Kolaborasi untuk pemberian PRC. Awasi ketat komplikasi transfusi

8.      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
1.      Adanya perubahan perfusi jaringan otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan tanda – tanda vital : TD ↓ , RR
2.      Meningkatnya ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi paru untuk kebutuhan seluler
3.      Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung
4.      Iskemia seluler mempengaruhi jaringan mio kardal/potensial resiko inflan
5.      Kenyaman klien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi
6.      Termoreseptor jaringan deral dangkal karena gangguan oksigen
7.      Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen : memperbaiki difisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan
8.      Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
2
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
-       Menunjukan BB naik
-       Tidak terjadi malnutrisi
-       Intake nutrisi adekuat
1.      Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2.      Observasi catat masukan makanan

3.      Timbang BB tiap hari

4.      Observasi dan mencatat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
5.      Berikan dan bantu hiegiene mulut yang baik



6.      Konsul pada ahli gizi
1.      Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2.      Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
3.      Mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi
4.      Gejala GI menunjukan efek anemia (Hipoksia) pada organ


5.      Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri meminimalkan kemungkinan infeksi
6.      Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai O2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam intoleransi aktivitas akan teratasi dengan kriteria hasil
-          Menunjukan peningkatan toleransi aktivitas
1.      Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas
2.      Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot

3.      Monitor TTV



4.      Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing

5.      Beri bantuan dalam ambulasi

6.      Mengajukan klien untuk menghentikan aktivitas bila polipitas nyeri dada, nafas pendek kelemahan atau pusing
1.      Mempengaruhi pilihan intervensi
2.      Menunjukkan perubahan hemolegi karena defisiensi vit B12 mempengaruhi keamanan klien / resiko cidera
3.      Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan
4.      Hipotensi postural / hipoksio serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera
5.      Membantu meningkatkan harga diri ditingkatkan bila klien melakukan sesuatu sendiri
6.      Regangan / stress kardiopulmonal berlebihan / stress dapat menimbulkan dekonsasi / kegagalan
4
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan transfusi darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi teratasi dengan kriteria hasil
-          Menunjukan TTV normal
-          Tidak ada tanda-tanda infeksi
1.      Tingkatkan cuci tangan yang baik dalam pemberian perawatan
2.      Observasi TTV


3.      Kaji semua sistem (misal : kulit, pernafasan) terhadap tanda-tanda infeksi secara kontinu
4.      Kaji tanda – tanda gejala seperti : demam, mual muntah, sakit pela
5.      Periksa tempat dilakukannya prosedur infasif terhadap tanda – tanda radang
6.      Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka
7.      Kolaborasi dengan petugas lab untuk pengambilan spesimen
1.      Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial

2.      Adanya proses informasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan
3.      Pengenalan dini dan intervensi segera dapat mencegah progresi pada situasi / sepsis yang lebih serius
4.      Tanda dan gejala menunjukkan adanya infeksi dan membutuhkan intervensi segera.
5.      Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

6.      Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri.

7.      Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi dermal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit elastis dengan kriteria hasil
-          Turgor kulit kembali kenyal dan elastis
1.      Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi
2.      Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur
3.      Bantu bererak pasif atau aktif
4.      Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih.Batasi pengunaan sabun
5.      Gunakan alat pelindung, mis. Kasur tekanan udara/air.
1.      Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.


2.      Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia/atau mempengaruhi hipoksia seluler.

3.      Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
4.      Sabun dapat mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.
5.      Sabun dapat mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.
6
Nyeri akut berhubungan dengan agen fisikal; pembesaran organ/nodus limfe
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil
-          Melaporkan  nyeri / ketidak nyamanan hilang
1.      Selidiki keluhan nyeri

2.      Awasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot gelisah
3.      Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress

4.      Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan bantal/bantalan
5.      Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
1.      Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
2.      Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.

3.      Meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping.


4.      Dapat menurunkan ketidak nyamanan tulang/sendi.


5.      Menurunkan tegangan otot dan kontrol nyeri adekuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar