LAPORAN
PENDHULUAN
PADA
KLIEN DENGAN DIAGNOSA THALASEMIA
RSUD Dr SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
RSUD Dr SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
Oleh :
Tresna Andriyani
4012170008
PROGRAM
PROFESI NERS
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA
PUTERA BANJAR
2016
I.
Konsep Teori
A. Pengertian
Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut
adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan
jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai
globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat
lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2009)
B. Etiologi
Thalassemia bukan
penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut
pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan
penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut
berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah
maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan
gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut
(Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua
tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak
mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang
dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya
bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya
tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga
mereka.
Apabila kedua orang tua
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka
mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor
C. Klasifikasi
Hemoglobin terdiri dari
rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi
rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom
(total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap
kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi
hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan
produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin
gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada
gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas
pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial
(Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia
diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi
dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia
α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α
(HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα).
Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia
α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen.
Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen
α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi
satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek
pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan
perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut
dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi
dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan
eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini
biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa
menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi
3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami
anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup.
Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi
rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin
H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi
4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita
tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat
setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan
empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan
fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit,
2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b.
Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada
gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi
Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen,
2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di
daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang
endemik (Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia
βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai
globin β yang dihasilkan. Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe
ini.
2) Thalassemia
β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial
pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai
globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis
thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a) Thalasemia
Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang
ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita
kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut,
sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies
cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam
dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung
dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b) Thalasemia
Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor
tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di
sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan
atas: (Behrman et al, 2004)
a.
Talasemia a (gangguan pembentukan rantai
a).
b.
Talasemia b (gangguan pembentukan rantai
b).
c.
Talasemia b-d (gangguan pembentukan
rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan).
d.
Talasemia d (gangguan pembentukan rantai
d).
D. Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala lain dari thalasemia
yaitu:
a. Thalasemia
Mayor
1. Pucat
2. Lemah
3. Anoreksia
4. Sesak
napas
5. Peka
rangsang
6. Tebalnya
tulang kranial
7. Pembesaran
hati dan limpa / hepatosplenomegali
8. Menipisnya
tulang kartilago, nyeri tulang
9. Disritmia
10. Epistaksis
11. Sel
darah merah mikrositik dan hipokromik
12. Kadar
Hb kurang dari 5gram/100 ml
13. Kadar
besi serum tinggi
14. Ikterik
15. Peningkatan
pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar
b. Thalasemia
Minor
1. Pucat
2. Hitung
sel darah merah normal
3. Kadar
konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram / 100 ml di bawah kadar normal
sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
E. Patofisiologi
F. Penatalaksanaan
Medis
Menurut
(Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Pemberian transfusi
hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron
chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy
dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang
hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
Pada
thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat
besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat
besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat,
mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
Penatalaksaan
Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata,
2008)
Medikamentosa
Pemberian
iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20
kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari
berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama
pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5
mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap
hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah
Bedah
Splenektomi,
dengan indikasi:
limpa yang terlalu
besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan
peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan
dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali.
Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak
anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan
untuk melakukan transplantasi ini.
Suportif
Tranfusi
Darah
Hb
penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
G. Komplikasi
Akibat
anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis
pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)
II. Konsep
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Asal
keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa
disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di
Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala
klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari
1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya
anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3) Riwayat
kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena
infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti
karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4) Pertumbuhan
dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai
adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi,
karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5) Pola
makan
Karena adanya anoreksia, anak
sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak
sesuai dengan usianya.
6) Pola
aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak
selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas
seperti anak normal mudah merasa lelah
7) Riwayat
kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit
keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia.
Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
8) Riwayat
ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya
perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua
merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah
lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
B. Pemeriksaan
Fisik
1) Keadaan
umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala
dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya
adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata
lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada
sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh
anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada
perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan
fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
5) Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan
seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau
kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya
anemia kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning-
kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit
menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
C. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Darah
tepi
-
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
-
Gambaran morfologi eritrosit :
mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi
2. Sumsum
tulang
-
Hiperpelasi sistem eritropoesis dengan
normoblas terbanyak dari jenis asidofil
-
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian
biru) meningkat
Pemeriksaan Khusus
-
Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
-
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain
dan mengukur kadar Hb F
-
Pemeriksaan pedigree : kedua pasien thalasemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2
meningkat (> 3,5% dari Hb total)
Pemeriksaan lain :
-
Foro rontgen tulang kepala : gambaran hain on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
-
Foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang : perluasan sumsung tulang sehingga trabekula tampak jelas
D. Analisa
Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|||||||||||||||||||||
1
|
DS :
-
Nyeri dada
-
Sesak nafas
DO :
-
AGD abnormal
-
Aritmia
-
Bronko spasme
-
Kapilare refil >3detik
-
Retraksi dada
-
Penggunaan otot tambahan
|
Hb defisit
Ketidak
seimbangan polipeptida
Eritrosit
tidak stabil
Hemolisis
Suplai O2
berkurang
Perubahan
perfusi jaringan
|
Perubahan perfusi jaringan
|
|||||||||||||||||||||
2
|
DS :
-
Nyeri abdomen
-
Muntah
-
Resa penuh tiba – tiba setelah makan
DO :
-
Diare
-
Rambut rontok yang berlebih
-
Bising usus berlebih
-
Konjungtiva pucat
-
Denyut nadi lemah
|
Suplai O2
berkurang
Ketidak
seimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
Kelemahan
Anoreksia
Perubahan nutrisi
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
|
|||||||||||||||||||||
3
|
DS :
-
Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau
kelemahan
-
Adanya dispneu atau ketidak nyamanan saat
beraktivitas
DO :
-
Tekanan darah atau nadi meningkat
-
Perubahan ECG : aritmia, iskemia
|
Eritrosit
tidak stabil
Hemolisis
Suplai O2
berkurang
Ketidak
seimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
Intoleransi
aktivitas
|
Intoleransi aktivitas
|
|||||||||||||||||||||
4
|
DO : -
DS :
-
Suhu tubuh meningkat
|
Anemia
Asupan nutrisi
menurun
Antibodi
menurun
Sistemkekebalan
tubuh menurun
Resiko tinggi
infeksi
|
Resiko tinggi infeksi
|
|||||||||||||||||||||
5
|
DO : -
DS :
-
Kulit tampak pucat
-
Tampak bintik hitam di seluruh permukaan kulit
|
Anemia
Suplai O2
ke jaringan kurang
Peningkatan
curah jantung
Kontraktilitas
otot jantung menurun
Daran reflak
Hepatosplenomegali
Limpa
Produksi
bilirubin meningkat
Ikterus ringan
Kerusakan
Integritas kulit
|
Kerusakan integritas kulit
|
|||||||||||||||||||||
6
|
DS :
-
Klien melaporkan nyeri
DO :
-
Tingkah laku klien berhati – hati
-
Posisi menahan nyeri
|
Sel darah
merah mudah rusak
Eritrosit
menurun
Anemia
Asupan kalsium
menurun
Penipisan
korteks tulang panjang
Resiko fraktur
patologis
Nyeri akut
|
Nyeri akut
|
E. Diagnosa
Keperawatan
1. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantar O2 / zat nutrisi ke sel
2. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai O2
4. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan transfusi darah
5. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi dermal
6. Nyeri
akut berhubungan dengan agen fisikal; pembesaran organ/nodus limfe
F. Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang
penting untuk menghantar O2 / zat nutrisi ke sel
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x24 jam tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
denga kriteria hasil :
-
Menunjukan perfusi jaringan
adekuat
-
Tidak ada tanda – tanda syok
-
TTV dalam batas normal
|
1.
Monitor TTV
2.
Tinggikan posisi kepala di tempat
tidur sesuai toleransi
3.
Awasi upaya pernafasan,
auskultasi bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas adventisius
4.
Selidiki keluhan nyeri dada,
palpitasi
5.
Catat keluhan rasa dingin
pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi
6.
Ajarkan untuk menghindari
penggunaan bantalan
7.
Kolaborasi untuk pemberian PRC.
Awasi ketat komplikasi transfusi
8.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
|
1.
Adanya perubahan perfusi jaringan
otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan tanda – tanda vital : TD ↓
, RR
↑
2.
Meningkatnya ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi paru untuk kebutuhan seluler
3.
Dispnea, gemericik menunjukkan
GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung
4.
Iskemia seluler mempengaruhi
jaringan mio kardal/potensial resiko inflan
5.
Kenyaman klien/kebutuhan rasa
hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan
pencetus vasodilatasi
6.
Termoreseptor jaringan deral
dangkal karena gangguan oksigen
7.
Meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen : memperbaiki difisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan
8.
Memaksimalkan transport oksigen
ke jaringan
|
2
|
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3x24 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Menunjukan
BB naik
- Tidak
terjadi malnutrisi
- Intake
nutrisi adekuat
|
1.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk
makanan yang disukai
2.
Observasi catat masukan makanan
3.
Timbang BB tiap hari
4.
Observasi dan mencatat kejadian
mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
5.
Berikan dan bantu hiegiene mulut
yang baik
6.
Konsul pada ahli gizi
|
1.
Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi
2.
Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi makanan
3.
Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
4.
Gejala GI menunjukan efek anemia
(Hipoksia) pada organ
5.
Meningkatkan nafsu makan dan
pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri meminimalkan kemungkinan
infeksi
6.
Membantu dalam membuat rencana
diet untuk memenuhi kebutuhan individual
|
3
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai
O2
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2x24 jam intoleransi aktivitas akan teratasi dengan
kriteria hasil
-
Menunjukan peningkatan toleransi
aktivitas
|
1.
Kaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
2.
Kaji kehilangan / gangguan
keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3.
Monitor TTV
4.
Ubah posisi klien dengan perlahan
dan pantau terhadap pusing
5.
Beri bantuan dalam ambulasi
6.
Mengajukan klien untuk
menghentikan aktivitas bila polipitas nyeri dada, nafas pendek kelemahan atau
pusing
|
1.
Mempengaruhi pilihan intervensi
2.
Menunjukkan perubahan hemolegi
karena defisiensi vit B12 mempengaruhi keamanan klien / resiko
cidera
3.
Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan
4.
Hipotensi postural / hipoksio
serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera
5.
Membantu meningkatkan harga diri
ditingkatkan bila klien melakukan sesuatu sendiri
6.
Regangan / stress kardiopulmonal
berlebihan / stress dapat menimbulkan dekonsasi / kegagalan
|
4
|
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan transfusi darah
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan infeksi teratasi dengan kriteria hasil
-
Menunjukan TTV normal
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
|
1.
Tingkatkan cuci tangan yang baik
dalam pemberian perawatan
2.
Observasi TTV
3.
Kaji semua sistem (misal : kulit,
pernafasan) terhadap tanda-tanda infeksi secara kontinu
4.
Kaji tanda – tanda gejala seperti
: demam, mual muntah, sakit pela
5.
Periksa tempat dilakukannya
prosedur infasif terhadap tanda – tanda radang
6.
Pertahankan teknik aseptik ketat
pada prosedur/perawatan luka
7.
Kolaborasi dengan petugas lab
untuk pengambilan spesimen
|
1.
Mencegah kontaminasi
silang/kolonisasi bakterial
2.
Adanya proses informasi / infeksi
membutuhkan evaluasi / pengobatan
3.
Pengenalan dini dan intervensi
segera dapat mencegah progresi pada situasi / sepsis yang lebih serius
4.
Tanda dan gejala menunjukkan
adanya infeksi dan membutuhkan intervensi segera.
5.
Identifikasi / perawatan awal
dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
6.
Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi
bakteri.
7. Membedakan
adanya infeksi, mengidentifikasi patogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
|
5
|
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi dermal
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan integritas kulit elastis dengan kriteria hasil
-
Turgor kulit kembali kenyal dan
elastis
|
1.
Kaji integritas kulit, catat
perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi
2.
Ubah
posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak
atau di tempat tidur
3.
Bantu
bererak pasif atau aktif
4.
Ajarkan permukaan kulit
kering dan bersih.Batasi pengunaan sabun
5.
Gunakan
alat pelindung, mis. Kasur tekanan udara/air.
|
1.
Kondisi
kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.
2.
Meningkatkan
sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia/atau mempengaruhi hipoksia
seluler.
3.
Meningkatkan
sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
4.
Sabun
dapat mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.
5.
Sabun
dapat mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.
|
6
|
Nyeri
akut berhubungan dengan agen fisikal; pembesaran organ/nodus limfe
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil
-
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan hilang
|
1.
Selidiki
keluhan nyeri
2.
Awasi
tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot gelisah
3.
Berikan
lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
4.
Tempatkan
pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan bantal/bantalan
5.
Kolaborasikan
dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
|
1. Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
2. Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan
keefektifan intervensi.
3. Meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan
koping.
4. Dapat menurunkan ketidak nyamanan tulang/sendi.
5. Menurunkan tegangan otot dan kontrol nyeri adekuat.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar